Teknologi
Membayar Tol Tanpa Berhenti Akan Diuji Coba Tahun Ini
Bindo.id, Jakarta – Sistem pembayaran tol akan berganti di tahun ini yaitu memakai sistem tanpa berhenti atau Multi Lane Free Flow (MLFF).
Pengendara tidak perlu berhenti hanya untuk melakukan tap in saat membayar tarif di gardu tol.
Sistem baru ini rencananya akan diuji coba mulai 1 Juni 2023 di Bali.
Pelaksanaan seluruhnya di Indonesia akan ditargetkan Desember tahun ini.
Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian PUPR Danang Parikesit menuturkan uji coba dilaksanakan secara bertahap dengan mengurangi satu gerbang tol.
Namun, gerbang lainnya masih dapat menggunakan transaksi nontunai konvensional.
“Kita mulai dengan hilangkan satu gerbang dulu di satu ruas tol untuk MLFF. Sementara, gerbang yang lain tetap bisa digunakan untuk transaksi nontunai dengan kartu elektronik,” tutur Danang beberapa waktu lalu.
MLFF menggunakan perangkat on board unit (OBU) yang bentuknya digital yang dinamakan e-OBU berada di aplikasi ponsel Cantas atau fisik OBU yang akan dipasang di kendaraan.
e-OBU dan OBU akan terhubung ke teknologi digital Global Navigation Satellite System (GNSS) yang membuat perjalanan pengguna jalan tol dapat dipantau menggunakan GPS.
Ketika e-OBU aktif maka GPS akan menentukan posisi sesuai dengan satelit. Selanjutnya data akan dicocokan ke pusat sistem MLFF.
Setelah pengguna keluar dari jalan tol maka sistem akan mengkalkulasi tarif dan melakukan pemotongan dana yang ada di dompet elektronik berdasarkan rute perjalanan.
Namun, bukan berarti sistem ini tidak akan memiliki kendala.
Intelligent Transport System (ITS) Indonesia menjelaskan sejumlah hal yang diprediksikan akan menjadi kendala saat penerapan MLFF.
Menurut Vice President ITS Indonesia Bidang Standarisasi dan Money Resdiansyah setidaknya terdapat ada delapan skenario yang kemungkinan terjadi di sistem tersebut.
Berikut ini daftar 8 kendalanya :
Pertama, pengguna jalan sengaja mematikan GNSS e-OBU atau OBU fisik agar tidak terdata saat pentarifan jalan tol.
Kedua, GNSS e-OBU atau fisik OBU yang dipasang pada ponsel tak diletakkan dengan benar untuk mendapatkan sinyal GNSS dan terhubung ke jaringan telepon seluler.
Ketiga, kesalahan perangkat lunak pada GNSS e-OBU atau fisik OBU, misalnya pengguna tidak memperbarui versi perangkat lunak yang terbaru.
Keempat, kehabisan daya baterai ponsel. GNSS OBU biasanya memakai daya pasokan pada kendaraan seperti soket pemantik rokok.
Kelima, tak tersedia layanan paket internet. Salah satu prasyarat GNSS e-OBU atau fisik OBU yaitu melakukan pembelian paket kuota internet dari penyedia layanan telekomunikasi.
Apabila paket kuota internet tak tersedia, maka GNSS e-OBU atau fisik OBU tak bisa mentransfer data lokasi ke aplikasi back-end.
Keenam, tak ada penerimaan seluler.
Ketujuh, penipuan identitas atau klasifikasi kendaraan tak sesuai dengan data yang didaftarkan. Contohnya untuk memperoleh tarif tol yang lebih murah berdasarkan klasifikasi lain (tarif truk dengan mobil).
Kedelapan, berbagai operator ruas tol yang melakukan kerjasama dengan multi penerbit UE dan integrator yang mengakibatkan inefisiensi proses dari front end sampai back end.
Ikuti berita terkini dari BINDO di
Google News, YouTube, dan Dailymotion