Hukum & Kriminal
PT Timah Tanggapi Kasus Korupsi Yang Libatkan Suami Sandra Dewi
Jakarta, Bindo.id – PT Timah Tbk telah berkomitmen untuk memperbaiki tata kelola pertambangan serta niaga timah Indonesia.
Komitmen tersebut diungkapkan setelah disorotnya kasus korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) Timah tahun 2015-2022.
“Perseroan terus mendorong perbaikan tata kelola pertimahan,” ujar Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT Timah Tbk Fina Eliani, Minggu (31/3/2024).
Kata Fina, Perbaikan tersebut akan ditempuh lewat gencarnya mengadakan pengamanan aset, penegakan aturan, dan juga kerja sama penambangan rakyat untuk mereduksi penambangan tanpa izin di wilayah konsesi pertambangan.
Fina juga menyampaikan bahwa pihaknya akan konsisten serta berkomitmen untuk melaksanakan langkah-langkah strategis demi meningkatkan kinerja operasi maupun produksi.
“Manajemen menyusun strategi dan kebijakan untuk menjaga kinerja perseroan tetap berkelanjutan,” ujar Fina.
Hingga saat ini, program-program peningkatan produksi masih dilaksanakan, diantaranya pembukaan lokasi baru, peningkatan kapasitas produksi tambang primer dari alat penambangan ataupun alat pengolahan, memperbaharui IUP yang ada, mengadakan survei lokasi, dan juga melakukan inventarisasi kepemilikan lahan dalam rangka pembukaan tambang darat baru.
“Selain itu, program efisiensi berkelanjutan baik dari hulu ke hilir pun terus diupayakan,” ujarnya.
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan dan menahan tersangka ke-16 di kasus ini bernama Harvey Moeis.
Harvey Moeis adalah suami dari aktris Sandra Dewi. Akibat kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kasus ini, kerugiab negara nilainya sebesar Rp 271,06 triliun.
Duduk Perkara
Di tahun 2018, tersangka ALW sebagaj Direktur Operasi PT Timah Tbk periode 2017-2018 bersama dengan tersangka MRPT sebagai Direktur Utama PT Timah Tbk serta tersangka EE sebagai Direktur Keuangan PT Timah Tbk telah menyadari pasokan bijih timah yang dihasilkan lebih sedikit jika dibandingkan dengan perusahaan smelter swasta lainnya.
Hal ini terjadi sebab masifnya penambangan liar yang dilaksanakan di wilayah IUP PT Timah Tbk.
Sebab kondisi tersebut, tersangka ALW bersama tersangka MRPT beserta tersangka EE yang semestinya melakukan penindakan terhadap kompetitor, justru memberiksn penawarkan pemilik smelter untuk bekerja sama.
Caranya yakni dengan membeli hasil penambangan ilegal melebihi harga standar yang ditetapkan oleh PT Timah Tbk tanpa melewati kajian terlebih dulu.
Dalam melancarkan aksinya untuk mengakomodasi penambangan ilegal tersebut, ALW, MRPT serta E menyetujui agar membuat perjanjian seolah-olah ada kerja sama sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah dengan para smelter.
Harvey Moeis dalam hal ini berperan menerima uang dari perusahaan swasta yang ikut terlibat mengakomodasi kegiatan pertambangan liar yang ada di wilayah IUP PT Timah Tbk.
Harvey Moeis memperoleh uang dari perusahaan-perusahaan swasta tersebut lewat PT QSE. Pihak dari PT QSE yang memberikan fasilitas aliran dana tersebut bernama Helena Lim.
Helena Lim merupakan manajer di PY QSE ini.
Kata Kejagung, Harvey Moeis memberikan instruksi supaya perusahaan-perusahaan pemilik smelter menyisihkan keuntungan dari penjualan bijih timah yang dibeli oleh PT Timah Tbk.
Harvey Moeis beserta para tersangka lainnya turut menikmati dana yang terkumpul tersebut.
“Tersangka HM menginstruksikan kepada para pemilik smelter tersebut untuk mengeluarkan keuntungan bagi tersangka sendiri, maupun para tersangka lain yang telah ditahan sebelumnya,” ujar Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Kuntadi.
Dalihnya yakni dana corporate social responsibility (CSR). Dana tersebut diberikan kepada tersangka HM lewat PT QSE. Transaksi ini difasilitasi oleh Tersangka HLN (Helena Lim).
Ikuti berita terkini dari BINDO di
Google News, YouTube, dan Dailymotion