Hukum & Kriminal
Rafael Alun Mengaku Telah Menipu Grup Mulia Senilai Rp 2,5 Miliar
Jakarta, Bindo.id – Rafael Alun Trisambodo telah mengaku melakukan tindakan penipuan kepada Grup Mulia seolah-olah sudah berhasil merampungkan permasalahan hukum.
Rafael Alun menyampaikan hal ini ketika dirinya diperiksa menjadi terdakwa kasus dugaan gratifikasi serta tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang terjadi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Pengakuan ini disampaikan oleh eks Kepala Bagian Umum DJP Kantor Wilayah (Kanwil) Jakarta Selatan usai Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukam pembacaan berita acara pemeriksaan (BAP) terhadap Rafael Alun nomor 105.
“Ini dari keterangan saudara, Pak, di poin 105 ini, saudara menerangkan begini, saya bacakan ‘Dapat saya jelaskan bahwa saya memikiki safe deposit box di Mandiri di mana sekitar tahun 2000 saya dan teman-teman saya S2 Universitas Indonesa mendirikan perusahaan Artha Mega Mendulang Emas disingkat ARME karena waktu itu kami menangani perkara di Mulia Group,” tutur Jaksa KPK saat sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (27/11/2023).
Jaksa meneruskan pembacaan BAP Rafael Alun. Berdasarkan keterangan itu, eks pejabat Ditjen Pajak ini mengakui sudah melakukan tindakan penipuan terhadap Grup Mulia.
“Kami mengakali Grup Mulia dengan seolah-olah menyelesaikan permasalahan hukumnya, padahal itu bukan permasalahan hukum,” ungkap Jaksa saat melakukan pembacaan BAP Rafael Alun.
Berdasarkan BAP, total uang yang diperoleh ARME senilak Rp 5 miliar. Rafael mengaku mendapatkan pembagian dengan porsi terbesar, yakni senilai Rp 2,5 miliar. Dirinya memperoleh bagian besar sebab dia yang membuatkan perhitungan PPN (pajak pertambahan nilai)-nya.
Rafael Alun tak membantahnya BAP yang dibacakan oleh Jaksa. Dirinya menerangkam bahwa perkara yang ditangani oleh PT ARME sebagai perkara hukum.
“Izin menjawab, Yang Mulia. Itu betul, tapi bukan perkara pajak. Jadi itu perkara di kejaksaan dan kepolisian,” ujar Rafael Alun.
Dia mengaku itu merupakan permasalahan hukum yang seolah-olah pihaknya dapat mengatasi permasalahan itu.
Jaksa KPK kemudian melakukan pendalaman terhadap pengakuan Rafael Alun yang memperoleh bagian terbesar sebab menghitung PPN-nya.
Menjawab pertanyaan tersebut, eks pejabat pajak ini mengakui bahwa hal itu merupakan akal-akalan saja.
“Sebetulnya tidak ada, jadi kami buat perhitungan PPN seolah-olah menggelapkan PPN padahal tidak. Jadi itu usaha tipu-tipu, Yang Mulia, mohon maaf. Jadi, pada saat itu masih muda terikut arus jadi tipu-tipu saja, Yang Mulia, ternyata bisa menghasilkan,” tutur Rafael Alun.
“Begitu ya, tipu-tipu tapi menghasilkan?” tanya Jaksa.
“Betul, mohon izin, Yang Mulia, mohon maaf,” jawab Rafael Alun.
Di kasus ini, Rafael Alun disinyalir telah memperoleh gratifikasi senilai Rp 16,6 miliar bersama dengan istrinya, Ernie Meike Torondek, yang juga sebagai komisaris serta pemegang saham PT ARME.
Sesuai dengan surat dakwaan Jaksa KPK, uang belasan miliar rupiah tersebut diterima oleh Rafael Alun dan istrinya lewat PT ARME, PT Cubes Consulting, PT Cahaya Kalbar, serta PT Krisna Bali International Cargo.
Saat melakukan tugas serta wewenangnya sebagai pejabat di DJP, Rafael Alun bersama dengan istrinya mendirikan perusahaan untuk memperoleh keuntungan dari pemeriksaan para wajib pajak.
Keduanya telah mendirikan PT ARME di tahun 2022 dan Ernie Mieke menjadi Komisaris Utama.
Perusahaan ini bergerak di bidang jasa kecuali jasa pada bidang hukum maupun pajak. Akan tetapi, saat operasionalnya, PT ARME membuka layanan menjadi konsultan pajak dengan cara melakukan perekrutan seorang konsultan pajak yang bernama Ujeng Arsatoko.
Konsultan Pajak direkrut agar dapat mewakili klien PT ARME saat melakukan pengurusan pajak di Direktorat Jenderal Pajak.
Rafael juga mendirikan PT Cubes Consulting di tahun 2008. Di perusahaan ini, dirinya menempatkan adik dari istrinya yang bernama Gangsar Sulaksono menjadi pemegang saham dan Komisaris.
Rafael juga mendirikan PT Bukit Hijau pada 2012 dengan menempatkan istrinya menjadi komisaris. Salah satu bidang usaha yakni melakukan usaha di bidang pembangunan serta konstruksi.
Rafael Alun juga memperoleh gratifikasi senilai Rp 11.543.302.671 serta penerimaan lain sebanyak 2.098.365 dollar Singapura, 937.900 dollar Amerika Serikat dan juga Rp 14.557.334.857.
Dari hasil penerimaan gratifikasi tersebut, Rafael diduga melakukan tindakan pencucian uang demi menyamarkan hasil pendapatan yang tak sah tersebut.
Atas perbuatannya itu, kini Rafael Alun telah dijerat dengan Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Rafael juga disinyalir telah melakukan pelanggaran di Pasal 3 Ayat 1 huruf a dan c Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP dan Pasal 3 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Ikuti berita terkini dari BINDO di
Google News, YouTube, dan Dailymotion