Hukum & Kriminal
Dissenting Opinion, Bintan Saragih: Pelanggaran Berat Kode Etik Seharusnya Sanksi Pemberhentian Tidak dengan Hormat
Jakarta, Bindo.id – Dalam salah satu putusannya kemarin (7/11/2023), MKMK secara tegas menyatakan Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.
Berdasarkan bukti-bukti, keterangan saksi, dan temuan selama proses pemeriksaan, Jimly Asshiddiqie, Bintan R. Saragih, dan Wahiduddin Adams, sepakat mengenai adanya pelanggaran berat tersebut.
Namun, dalam pengambilan keputusan mengenai sanksi apa yang patut dijatuhkan kepada Anwar Usman, Bintan R. Saragih memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion).
“Dasar saya memberikan pendapat berbeda yaitu “pemberhentian tidak dengan hormat” kepada Hakim Terlapor sebagai Hakim Konstitusi, in casu Anwar Usman, karena Hakim Terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat.
Terhadap “pelanggaran berat” hanya “pemberhentian tidak dengan hormat” dan tidak ada sanksi lain,” ucap Bintan saat menyampaikan dissenting opinion-nya.
Bintan berpegang pada Pasal 41 huruf c dan Pasal 47 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2003 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi.
Lebih lanjut, Binsar mengungkapkan dasar pemikirannya sehingga memberikan dissenting opinion.
“Saya berpikir dan berpendapat secara konsisten sebagai seorang ilmuwan atau akademisi. Karena itu, dalam memandang dan menilai sesuatu masalah, peristiwa, keadaan, gejala yang ada, selalu berdasarkan apa adanya (just the way it is).”
Menilik profilnya, Bintan R. Saragih berprofesi sebagai dosen. Ia menjadi dosen di Universitas Indonesia pada 1971-2006. Kemudian, dosen di Universitas Pelita Harapan sejak 2003 hingga sekarang.
“Sebagai dosen, saya juga mengamalkan ilmu saya sebagai anggota Dewan Etik Hakim Konstitusi dari tahun 2018 sampai 2020, tetap diangkat berdasarkan kriteria akademik sayaa, sehingga di jiwa dan pikiran saya utuh sifat keilmuan,” ujar Bintan di awal pembacaan dissenting opinion-nya.
Bintan mengungkapkan pula bahwa rapat-rapat Majelis Kehormatan berlangsung baik. Pendapat majelis hampir semua sama, diskusi yang terjadi substantif, saling menghormati, dan saling senyum.
Diketahui bahwa akhirnya Bintan kalah suara. MKMK menjatuhkan sanksi untuk Anwar Usman berupa pemberhentian dari jabatan Ketua MK.
Sanksi ini disepakati oleh dua Majelis Kehormatan, yaitu Jimly Asshiddiqie dan Wahiduddin Adams.
Secara singkat, Jimly menjelaskan bahwa sanksi pemberhentian dari jabatan dimaksudkan untuk menutup peluang Anwar mengajukan banding Majelis Kehormatan.
Hal ini mengingat di masa-masa menjelang pemilu, masyarakat perlu kepastian hukum yang adil.
“Jangan sampai terjadi masalah-masalah yang berakibat pada proses pemilu yang tidak damai, tidak terpercaya,” tutur Jimly di akhir sidang.
Selain pemberhentian dari jabatan, MKMK memberikan sanksi lain bagi Anwar dalam amar putusannya.
Anwar Usman tidak diperkenankan mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK hingga akhir masa jabatannya sebagai hakim MK.
MKMK juga melarang Anwar Usman untuk terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil pemilihan umum.
Baik itu pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta pemilihan gubernur, bupati dan wali kota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan.***
Ikuti berita terkini dari BINDO di
Google News, YouTube, dan Dailymotion