Connect with us

News

DPI Tolak RPP Kesehatan Sebab Bisa Akibatkan PHK Massal

Published

on

Dewan Periklanan Indonesia (DPI) [dpr]

Jakarta, Bindo.id – Dewan Periklanan Indonesia (DPI) beserta beberapa asosiasi di industri periklanan maupun media kreatif lainnya menolak pasal-pasal pelarangan iklan, promosi, serta sponsorship produk tembakau pada Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan sebagai aturan pelaksana UU Nomor 17 Tahun 2023.

Ketua Dewan Periklanan Indonesia (DPI) M. Rafiq menyampaikan penolakan tersebut dilaksanakan sebab RPP Kesehatan bisa memberi dampak buruk terhadap keberlangsungan industri periklanan maupun media di Indonesia.

Dirinya berpendapat kondisi ini bisa mengakibatkan PHK massal bagi para pekerja industri kreatif maupun periklanan.

Dirinya menerangkan selama ini aturan tentang iklan rokok maupun produk turunannya sudah sangat ketat.

Misalnya tentang pembatasan waktu penyiaran iklan rokok di radio serta televisi yang hanya dibolehkan pada jam 21.30-05.00 waktu setempat.

“Siapa yang dengerin radio di jam segitu, siapa yang nonton televisi jam segitu? tapi kita terima dan kita patuhi aturan itu,” ujar Rafiq saat Konferensi Pers DPI di Beautika Restaurant, Jakarta Selatan, Selasa (28/5/2024).

Akan tetapi dengan adanya RPP Kesehatan ini, waktu penayangan iklan rokok akan diganti menjadi jam 23.00 hingga 03.00 waktu setempat. Hal ini berarti akan sangat membatasi tentang waktu penayangan lebih dari sebelumnya.

Dirinya menuturkan pada aturan tersebut juga terdapat ketetapan yang melarang industri tembakau beriklan serta melakukan promosi produk tembakau di media online, aplikasi elektronik, media sosial maupun papan reklame (media luar ruangan).

Masih belum cukup, Rafiq menyebutkan pada RPP Kesehatan itu juga melarang kegiatan atau event kebudayaan bahkan konser pun tak diijinkan untuk menerima sponsor dari industri rokok.

Hal itulah yang disebut bisa mematikan industri periklanan.

“Kemudian kami berhitung, kalau RPP ini ditetapkan maka pukulannya akan sangat telak. Kepada siapa? Kepada industri kreatif Indonesia,” ujarnya.

“Sebelum pandemi, jumlah tenaga kerja yang diserap industri kreatif itu mencapai satu juta orang. Setelah pandemi jumlahnya berkurang, hanya menjadi sekitar 725.000 orang saja. Kami khawatir kalau RPP ini ditetapkan oleh pemerintah seperti draf yang pernah kami terima, kemungkinan angka itu akan kembali berkurang,” imbuhnya

Rafiq memprediksi apabila RPP Kesehatan ini ditetapkan tanpa ada revisi, maka jumlah pekerja yang ada di industri kreatif maupun periklanan dapat turun sampai 625.000-650.000 saja. Hal ini diprediksi akan ada PHK massal sekitar 75.000-100.000 orang.

Oleh sebab iti, pihaknya meminta agar ikut dilibatkan pada penyusunan RPP Kesehatan supaya tak memberikan dampak negatif pada industri periklanan Tanah Air.

Ikuti berita terkini dari BINDO di
Google News, YouTube, dan Dailymotion

Advertisement
Berikan Komentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *