Connect with us

Ekonomi

Pengamat Sebut Ekspor Pasir Laut Sama Seperti Jual Tanah Air

Published

on

Ilustrasi pengerukan pasir laut [rmol]

Jakarta, Bindo.id – Pengamat Ekonomi Energi UGM, Fahmy Radhi memberikan kritik terhadap kebijakan pemerintahan presiden Joko Widodo (Jokowi) yang telah mengizinkan untuk membuka keran ekspor pasir laut.

Hal itu tertulis di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.

“Kurang dari dua bulan sebelum lengser, Presiden Jokowi masih saja mengeluarkan kebijakan yang cenderung menyengsarakan rakyat. Kebijakan itu adalah izin ekspor pasir laut melalui PP Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut,” ujar Fahmy di keterangan tertulis, Rabu (18/9/2024).

Fahmy menuturkan ekspor pasir laut sudah dilarang sejak tahun 2003 saat era pemerintahan Megawati Soekarnoputri lewat Surat Keputusan (SK) Menperindag No 117/MPP/Kep/2/2003 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut.

Walaupun Jokowi menyebutkan bahwa yang diekspor bukan pasir laut namun hasil sendimen laut, bentuknya dianggap sama yakni berupa campuran tanah dan air.

Pengedukan pasir laut tersebut yang disebut bisa memicu dampak buruk pada kerusakan lingkungan serta ekologi laut.

“Menyebabkan tenggelamnya pulau yang membahayakan bagi rakyat di pesisir pantai dan meminggirkan nelayan yang tidak dapat melaut lagi,” tutur Fahmy.

Fahmy menyebutkan tak tepat apabila kebijakan ekspor pasir laut dimaksudkan demi menambah pendapatan negara.

Sebab Kementerian Keuangan mengaku bahwa penerimaan negara dari hasil ekspor laut kecil, termasuk pada ekspor pasir laut.

“Sedangkan biaya yang harus dikeluarkan untuk ekspor pasir laut jauh lebih besar ketimbang pendapatan yang diperoleh, sehingga ekspor pasir laut itu tidak layak. Biaya yang diperhitungkan tersebut termasuk kerugian yang ditimbulkan akibat kerusakan lingkungan dan ekologi, serta potensi tenggelamnya sejumlah pulau yang mengancam rakyat di sekitar pesisir laut, termasuk nelayan yang tidak dapat lagi melaut,” ujarnya.

Baca Juga  Wahli Sebut Peraturan Turunan PP Sedimentasi Laut Berikan Karpet Merah Aktivitas Tambang

Satu-satunya negara yang akan membeli pasir laut Indonesia yakni Singapura untuk melakukan reklamasi dalam rangka memperluas daratannya.

Kata Fahmy, sangat ironis apabila pengedukan pasir laut tersebut mengakibatkan tenggelamnya beberapa pulau yang mengerutkan daratan wilayah Indonesia, sedangkan wilayah daratan Singapura akan dapat semakin meluas.

Jika ini terjadi, tak dapat dihindari akan berpengaruh pads batas wilayah perairan antara Indonesia dan Singapura.

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menuturkan bahwa Indonesia tak akan menjual negara dengan melakukan ekspor pasir laut.

Akan tetapu faktanya ekspor pasir laut sebetulnya menjual Tanah Air, yang secara normatif dapat merepresentasikan negara.

“Hanya satu kata: ‘Stop Ekspor Tanah-Air,” ujar Fahmy.

Tentang Aturan Kebijakan Ekspor Pasir Laut

Kebijakan keran ekspor pasir laut dibuka usai ada revisi Permendag Nomor 20 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 Tahun 2023 tentang Barang yang Dilarang untuk Diekspor.

Selain itu juga terkait dengan Permendag Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor.

“Revisi dua Permendag ini merupakan amanah Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 serta merupakan usulan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sebagai instansi pembina atas pengelolaan hasil sedimentasi di laut,” ujar Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Isy Karim, Senin (9/9).

Isy menegaskan ekspor pasir laut hanya bisa dilakukan usai memenuhi kebutuhan di dalam negeri.

“Ekspor hasil sedimentasi di laut berupa pasir laut dapat ditetapkan sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” ujarnya.

Dirinya yakin tujuan pengaturan ekspor pasir laut ini senada dengan PP Nomor 26 Tahun 2023.

Baca Juga  Ekspor Pasir Laut Ditolak Keras Nelayan Bintan, Ini Alasannya

Kata Fahmi, pengaturan dilakukan dalam rangka menanggulangi sedimentasi yang bisa mengurangi daya dukung maupun daya tampung ekosistem pesisir dan laut, serta kesehatan laut.

Pengaturan tentang ekspor pasir laut bisa memaksimalkan hasil sedimentasi di laut untuk kepentingan pembangunan serta rehabilitasi ekosistem pesisir dan laut.

Jenis pasir laut yang diperbolehkan untuk diekspor diatur pada Permendag Nomor 21 Tahun 2024 yang merujuk terhadap Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 47 Tahun 2024 tentang Spesifikasi Pasir Hasil Sedimentasi di Laut terkait dengan  Ekspor.

Agar bisa melakukan ekspor pasir laut dimaksud, terdapat beberapa ketentuan yang harus dipenuhi sesuai dengan Permendag Nomor 21 Tahun 2024.

Ketentuan- ketentuan yang dimaksud yakni ditetapkan menjadi Eksportir Terdaftar (ET), mempunyai Persetujuan Ekspor (PE), serta ada Laporan Surveyor (LS).

“Agar dapat ditetapkan sebagai ET oleh Kemendag, pelaku usaha dan eksportir wajib memperoleh Izin Pemanfaatan Pasir Laut dari KKP serta Izin Usaha Pertambangan untuk Penjualan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral,” isi tulisan keterangan Kemendag.

Pelaku usaha dan eksportir diwajibkan untuk membuat surat pernyataan bermeterai yang menyatakan bahwa pasir hasil sedimentasi di laut yang diekspor asalnya dari lokasi pengambilan sesuai dengan titik koordinat yang sudah diizinkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Setelah persyaratan sebagai ET terpenuhi, pelaku usaha maupun eksportir bisa melengkapi syarat untuk mendapatkan PE.

Syaratnya, yakni wajib mempunyai Rekomendasi Ekspor Pasir Hasil Sedimentasi di Laut dari KKP.

Selain itu juga sudah memenuhi kebutuhan dalam negeri lewat mekanisme domestic market obligation (DMO).

Ikuti berita terkini dari BINDO di
Google News, YouTube, dan Dailymotion