Connect with us

Ekonomi

Penyebab Dolar AS Rp 16.400 Dan Melemahnya Nilai Tukar Rupiah Diungkap BI

Published

on

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo ungkap kondisi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) [voi]

Jakarta, Bindo.id – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo ungkap kondisi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Dari level Desember 2023, nilai tukar rupiah melemah sebanyak 5,92% terhadap dolar AS.

Perry menuturkan imbas global dan domestik berpengaruh pada pelemahan nilai tukar rupiah. Dari sisi global, sebab ketidakpastian pasar keuangan global masih tinggi.

“Terutama berkaitan dengan ketidakpastian arah penurunan Fed Fund Rate AS, penguatan mata uang dolar AS secara luas, dan masih tingginya ketegangan geopolitik,” ujar Perry saat konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis (20/6/2024).

Dari faktor domestik, Perry menuturkan tekanan rupiah diakibatkan oleh naiknya permintaan valas oleh korporasi termasuk untuk repatriasi dividen, maupun persepsi pada kesinambungan fiskal ke depan.

“Persepsi belum tentu benar lho, jangan diyakini kalau persepsi. Persepsi akan stimulus fiskal ke depan ini persepsi, nah persepsi ini kan faktor-faktor teknikal jangka pendek,” ujarnya.

Pelemahan rupiah dianggap lebih baik jika dibandingkan dengan pelemahan won Korea Selatan, baht Thailand, peso Meksiko, real Brasil, maupun yen Jepang yang masing-masing melemah sebanyak 6,78%, 6,92%, 7,89%, 10,63%, serta 10,78%.

Rupiah sempat berada di level Rp 16.400 terhadap dolar AS. Dilansir dari data RTI kemarin, dolar AS menguat serta berada pada level tertingginya yakni Rp 16.425 serta terendahnya yakni Rp 16.349.

“Ke depan nilai tukar rupiah diperkirakan akan bergerak stabil sesuai komitmen BI untuk terus menstabilkan nilai tukar Rupiah, serta didukung oleh aliran masuk modal asing, menariknya imbal hasil, rendahnya inflasi dan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap baik,” ujarnya.

BI juga memastikan pihaknya akan terus memaksimalkan semua instrumen moneter termasuk peningkatan intervensi yang ada di pasar valas, maupun penguatan strategi operasi moneter pro market lewat optimalisasi instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI) serta Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI).

Baca Juga  BI Dukung Desa Rias di Bangka Belitung Menjadi Lumbung Pangan Beras

Strategi BI Untuk Kuatkan Rupiah

Perry menuturkan rupiah dipengaruhi oleh sisi fundamental maupun teknikal. Dari sisi fundamental, dirinya menyebutkan rupiah dapat menguat diukur dari pertumbuhan ekonomi yang tinggi, inflasi terkendali, bahkan defisit transaksi berjalan.

“Kami masih meyakini tren nilai tukar rupiah ke depan akan menguat, tren ya, tren akan menguat dengan kemungkinan juga mulai pastinya Fed Fund Rate akan turun akhir tahun ini, inflasi kita yang rendah, pertumbuhan ekonomi kita yang relatif baik dan transaksi berjalan kita yang bagus dan imbal hasil kita yang menarik,” ujarnya.

Di lain sisi, ada berbagai permasalahan yang jadi sentimen negatif pada rupiah, diantaranya ketidakpastian tentang suku bunga acuan AS, ketegangan geopolitik, dan persepsi pada kesinambungan fiskal ke depan.

Kombinasi situasi tersebut yang kemudian menyebabkan rupiah saat ini bergerak melemah. Pada operasi moneter BI, terdapat 3 instrumen yaitu intervensi pasar, menaikkan suku bunga serta menaikkan suku bunga SRBI.

“Nah, sekarang kita mengkombinasikan intervensi dengan tentu saja tadi penguatan operasi moneter promarket sehingga tentu saja kami optimalkan itu. Penggunaan operasi pro market di pasar dan menarik lebih banyak aliran modal asing supaya ini masuk dan tambah supply dan ke depan demand korporasi,” ujar Perry.

Ikuti berita terkini dari BINDO di
Google News, YouTube, dan Dailymotion

Advertisement
Berikan Komentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *