Peristiwa
TNI Aniaya Relawan Ganjar, Pakar Minta Aparat Hukum Perbaiki Aturan Tentang Knalpot Brong
Jakarta, Bindo.id – Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Kristen Indonesia (UKI) Chontina Siahaan meminta kepada aparat hukum untuk melakukan perbaikan aturan soal knalpot brong atau bising yang dianggap cukup meresahkan di masyarakat terlebih saat masa kampanye Pemilu 2024 seperti saat ini.
“Kita bisa melihat ada banyak tempat yang digunakan oleh anak-anak milenial membunyikan knalpot brong dan tidak ada yang ditangkap atau ditegur. Mungkin ini jadi suatu penanda bagi aparat untuk memikirkan bagaimana aturan sesungguhnya, bagaimana aturan di jalan raya, dan bagaimana kita berkendara,” ujar Chontina saat diskusi publik yang bertema “Knalpot Brong Vs Tentara” di Jakarta, Kamis (4/1/2024).
Tentang kasus penganiayaan relawan Ganjar-Mahfud oleh oknum TNI di Boyolali, Jawa Tengah, Chontina menuturkan perlu ada aturan yang tegas tentang pemakaian knalpot brong, terutama pada anak-anakyang usianya masih muda.
Di aturan itu, aparat perlu menjalin komunikasi secara jelas siapa pihak yang memiliki wewenang untuk mengatasi masalah, jenis aturan yang akan diberlakukan serta standar knalpot seperti apa yang wajib masyarakat tahu.
“Misalnya seberapa keras diperbolehkan motor itu membunyikan knalpot. Apa itu sudah diatur? Kalau di luar negeri, orang mengendarai mobil saja ada batas kecepatannya, berapa batas alkohol yang dia bisa minum ketika berkendara, di Indonesia karena aturan tidak ada sosialisasinya, maka anak-anak merasa bisa berkreasi,” ujarnya.
Dia berpendapat aturan yang sudah dibuat saat ini kurang dilakukan sosialisasi secara gamblang sehingga saat masa kampanye politik juga terjadi tindak kekerasan pada relawan pasangan capres-cawapres 2024 nomor urut tiga.
Sedangkan tentang tindak kekerasan yang dilaksanakan oleh TNI AD, Chontina berpendapat semestinya sebagai penjaga keamanan masyarakat setiap personel mengutamakan komunikasi dengan tata cara yang baik serta lebih bersahabat.
Saat menegur relawan yang lewat di depan markas, dia menuturkan semestinya anggota bertanya terlebih dahulu maksud maupun tujuan mereka melewati secara bising, arah tujuan akhir serta melakukan sosialisasi tentang aturan berkendara melewati markas.
“Sebagai warga negara yang baik, ada baiknya TNI berkomunikasi secara persuasif kepada masyarakat, meskipun masyarakat itu dinilai salah. Artinya, kita sebagai garda terdepan menjaga keamanan rakyat, saya sangat sayangkan ketika TNI sudah memberhentikan mereka (oknum), di sini komunikasinya loss,” tuturnya.
Dirinya ikut menyayangkan sikap TNI AD yang menurutnya tak mengakui kesalahan dari anggotanya, sedangkan informasi tentang kejadian tersebut sudah beredar ke publik.
Dirinya meminta kepada para pejabat tinggi instansi tersebut untuk tak lepas tangan serta melakukan perbaikan cara berdialognya bersama dengan rakyat.
“Saya juga tidak tahu sejauh mana TNI menyerahkan permasalahan itu pada polisi. Harusnya TNI cukup menegur, karena itu bukan perbuatan kriminal, itu pelanggaran. Jadi yang ada seharusnya adalah teguran bukan penganiayaan,” ujarnya.
Pemerintah telah membuat aturan tentang knalpot bising lewat Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.56 Tahun 2019 tentang baku mutu kebisingan kendaraan bermotor tipe baru maupun kendaraan bermotor yang sedang diproduksi kategori M, kategori N, serta kategori L.
Aturan itu menuturkan kendaraan sepeda motor yang memiliki kapasitas mesin sampai 80 cc, mempunyai batas kebisingan sebanyak 70 desibel (dB). Sedangkan pada kendaraan motor yang memiliki kapasitas mesin 120 sampai 140 cc, memiliki batas kebisingan yang ditentukan yakni sebesar 80 desibel.
Ikuti berita terkini dari BINDO di
Google News, YouTube, dan Dailymotion