Politik
KPK Tanggapi MA Cabut Aturan Yang Beri Karpet Merah Koruptor Nyaleg
Jakarta, Bindo.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan apresiasi terhadap putusan Mahkamah Agung (MA).
Putusan MA telah mengabulkan uji materi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang memungkinkan mantan napi korupsi dapat maju lebih cepat jadi calon anggota legislatif.
Juru bicara KPK Ali Fikri menuturkan hal tersebut selaras dengan upaya untuk pemberantasan korupsi.
Harapannya hal itu bisa membuat efek jera.
“Karena harapannya, pelaku ataupun masyarakat menjadi jera,” tutur Ali di Jakarta, Sabtu (30/9), dilansir dari Antara.
Harapannya mereka takut untuk melakukan korupsi.
Ali menuturkan saat KPK menangani perkara korupsi sering memberikan tuntutan pidana tambahan yakni pencabutan hak politik kepada terdakwa apabila terbukti bersalah.
Menghilangkan hak politik terhadap pelaku korupsi bertujuan untuk memberikan batasan partisipasinya di proses politik misalnya hak memilih maupun hak untuk dipilih.
Ali menyebut hal ini sebagai konsekuensi dari tindak pidana korupsi (TPK) yang sudah dilakukan oleh pelaku.
Pencabutan hak politik ini juga disebut untuk memberikan tanda TPK yang dilaksanalan oleh pelaku yang sudah menyalahgunakan kepercayaan publik.
Ali menuturkan perlu adanya mitigasi risiko serupa untuk mengambil keputusan politik dari mantan narapidana korupsi.
Penerapan pidana tambahan tentang pencabutan hak politik tetap harus dilaksanakan sesuai dengan prinsip keadilan dan penghormatan pada hak asasi manusia.
Pencabutan 2 Aturan
MA telah mengabulkan uji materi atas PKPU Nomor 10 Tahun 2023 Pasal 11 Ayat (2) dan PKPU Nomor 11 Tahun 2023 Pasal 18 Ayat (2).
Uji materi tersebut dilayangkan oleh Indonesia Corruption Watch, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan dua mantan pimpinan KPK yakni Saut Situmorang dan Abraham Samad.
MA memberikan perintah kepada KPU untuk melakukan pencabutan dua aturan tersebut.
Sebab kedua aturan tersebut dinilai yang memberikan karpet merah untuk mantan narapidana korupsi sehingga dapat maju menjadi calon anggota legislatif.
Pada aturan tersebut tidak mewajibkan masa jeda 5 tahun bagi mantan terpidana kasus korupsi untuk dapat nyaleg.
“Memerintahkan kepada termohon untuk mencabut Pasal 11 ayat (6) PKPU 10/2023 dan Pasal 18 ayat (2) PKPU 11/2023,” ujar MA.
“serta seluruh pedoman teknis dan pedoman pelaksanaan yang diterbitkan oleh termohon sebagai implikasi dari pelaksanaan ketentuan Pasal 11 ayat (6) PKPU 10/2023 dan Pasal 18 ayat (2) PKPU 11/2023,” imbuh MA.
MA berpendapat pada prinsipnya penormaan jangka waktu 5 tahun setelah terpidana melakukan masa pidana yakni waktu yang dipandang cukup untuk mengadakan introspeksi diri serta beradaptasi dengan masyarakat dan lingkungannya.
Hal itu seperti tertulis dalam Putusan MK Nomor: 87/PUU-XX/2022 dan Putusan MK Nomor: 12/PUU-XXI/2023.
Dengan jangka waktu itu, masyarakat bisa memberikan penilaian terhadap calon yang akan dipilihnya dengan kritis dan jernih.
Akan tetapi pada aturannya, KPU justru meniadakan masa jeda 5 tahun tersebut untuk eks terpidana kasus korupsi yang akan mencalonkan diri menjadi calon legislatif.
MA menuturkan dengan berpandangan tindak pidana korupsi menjadi kejahatan luar biasa, maka pidana tambahan yakni berupa pencabutan hak politik sebagai penambahan efek jera terhadap para pelaku kejahatan korupsi.
MA berpendapat atas dasar tersebut, semestinya KPU dapat menyusun persyaratan yang lebih berat untuk para pelaku kejahatan yang dijatuhi dengan pidana pokok serta pidana tambahan yang berupa pencabutan hak politik.
Ikuti berita terkini dari BINDO di
Google News, YouTube, dan Dailymotion